MEMAHAMI KAUM MUDA

Generasi Kelima
Generasi Hilang ?
Sejarah Gereja Katolik Indonesia modern (dengan keharusan untuk segera mengkoreksi kecenderungan Jawa sentrisnya), setidaknya memiliki 4 periodisasi. Tahap awal adalah masa perintisan yang dimotori oleh karya misi yang berfokus pada karya kesehatan dan pendidikan dengan sosok Van Lith sebagai figur sentralnya, menyusul kemudian periode pergulatan iman dan tantangan kebangsaan, yang melahirkan ormas-ormas dalam tubuh Gereja Katolik Indonesia, sosok Mgr. Sugiyapranata dan IJ Kasimo menjadi figur sentralnya. Disusul generasi developmental saat politik kekuasaan dipandang begitu sentral sebagai wujud praksis sosial menggereja, Pater Beek menjadi ikon terbesarnya. Masing-masing generasi memiliki narasi, pendekatan gerakan dan karakter khas mereka masing-masing.
Terpinggirnya gereja dari percaturan politik nasional di pertengahan 1980an menyebabkan diorientasi massif dalam tubuh Gereja. Disorientasi yang disikapi dengan pemecahan dan fragmentasi, mulai dari lahirnya Mudika dan KMK sebagai antitesa PMKRI dan PK, hingga membiaknya kelompok-kelompok studi dan aksi di tengah orang muda. Bagaimana pun juga dinamika Gereja terus menurun hingga menembus ambang milenium. Kehadiran Romo Mangun dan kawan-kawan dengan gerakan kerakyatan mereka harus diakui mampu memberi warna pada rentang waktu ini, memberi oksigen pada sengal-sengal nafas Gereja sebagai gerakan.
Bagaimana pun juga ada sebuah keharusan yang hidup di batin banyak warga Gereja akan lahirnya sebuah generasi baru yang bisa memberi warna baru bagi dinamika Gereja. Diwarnai sensasi nostalgis, beredarlah pertanyaan-pertanyaan seputar bagaimana wajah generasi baru ini ? Yang tidak lagi lahir dalam pendekatan spartan Khasebul atau materi-materi pengembangan karakter who am I ? 1998 sebagai stasi penting sejarah nasional pun berlalu begitu saja. Upaya-upaya revitalisasi Gereja sebagai gerakan, melalui SAGKI dan FMKI tetap belum memberi banyak arti.
Perubahan musim
Akumulasi kejenuhan telah mendorong begitu banyak pihak untuk bergerak. Situasi internal Gereja dan tantangan kemasyarakatan-kebangsaan yang lebih luas menjadi pendorong utama banyaknya elemen umat untuk (kembali) masuk ke dalam gerakan pendampingan kaum muda. Tercatat Kharismatik, Paguyuban Gembala Umat, Komretnas, CLC, dan lain-lain mulai kembali bergerak di tengah orang-orang muda.
Suasana muram perlahan mulai berganti. Ada antusiasme, ada semangat, ada banyak orang terlibat. Keluhan yang muncul tiap kali para aktivis bertemu, berganti menjadi diskusi dan sharing program yang mereka jalankan. Persaudaraan dan keakraban muncul makin mendalam. Tidak ada batas tegas, seruan, apalagi deklarasi politik. Tidak ada program pelatihan-pendidikan yang seringkali menjadi menjadi ikon gerakan dalam generasi-generasi sebelumnya. Tidak ada satu pusat yang mendiktekan pembaruan, tidak ada satu tokoh yang menjadi acuan, tetapi semua orang tahu, musim mulai berganti.
Generasi facebook
Siapakah orang-orang muda ini ? Yang datang memadati berbagai jejaring sosial, tangkas dalam menggunakan teknologi ? Memiliki kerinduan akan pengalaman batin Katolik, sekaligus kreatif dalam kewirausahaan dan terlibat dalam gerakan-gerakan sosial baru ? Aktivis-aktivis Katolik muda yang bermunculan di berbagai simpul umat di berbagai penjuru tanah air ?
Generasi baru itu sudah tiba ! Kitalah generasi baru itu. Tidak lahir dari satu gerakan sistemik, tetapi tumbuh dari bawah. Ekletik dan kaya karena keragaman gerakan, tetapi bersatu sebagai satu saudara karena media dan teknologi informasi. Kalau ada kekuatan besar yang mampu melahirkan generasi baru gerakan kaum muda Katolik saat ini, ia adalah teknologi informasi. Bukan institusi, bukan ideologi, bukan pula modal, tetapi kemampuan untuk mengkomunikasikan dan menempatkan diri di zona informasi.
Lihat saja Komunitas Jomblo Katolik yang berawal dari grup Facebook mampu melahirkan jaringan di beberapa kota besar di Indonesia, gencar temu darat dan berweekend, hingga memiliki romo dan tim psikolog mereka sendiri? Siapa mengira bahwa ia berasal dari gagasan beberapa orangmuda di kota sejuk Salatiga, yang dengan cerdik dan konsisten memanfaatkan perkembangan teknologi ?
Kadang dinamika ini juga menunjukkan anomali, dimana grup facebook Mudika paroki “ndesa” Kelor, Rayon Gunung Kidul, ternyata mengalahkan dinamika paroki-paroki besar di kota. Ada pula Mudika Paroki Sragen yang sedang menyelenggarakan lomba blog bagi rekan-rekan muda di daerahnya. Atau dinamika para pendamping dan penggerak kaum muda di bumi Papua yang getol memanfaatkan teknologi informasi untuk mengatasi hambatan geografis yang mereka alami. Undangan latihan koor dikirimkan melalui tag gambar dan grup Facebook, sementara rapat KMK dilakukan dengan chatting di dunia maya.
Ada banyak ragam generasi jaringan sosial ini. Mudika Paroki Pugeran memiliki sms center untuk menyapa secara langsung para aktivis Mudika di lingkungan dan wilayah. Rekan-rekan KMK Universitas Negeri Jakarta bekerjasama dengan KOMSOS KAJ membuat ring back tone rohani. Beberapa orang muda dengan dibimbing senior IT membuat Sistem Informasi dan Administrasi Paroki (SIAP).
Akrab dengan teknologi, prinsip berjejaring, otonomi dan kemampuan pribadi yang tinggi, keterbukaan diri yang intim melintasi ruang dan waktu, menjadi ciri generasi dunia maya ini. Sementara itu, komunitas mengalami redefinisi besar-besaran. Pendampingan kaum muda ke depan dengan demikian adalah kerja yang lebih kompleks mengingat berlangsung paralel dengan pergeseran “yang sosial” di tengah kita. lahirnya aktivis-aktivis muda Katolik yang tidak hanya bertumpu pada apa dan siapa orang muda itu sendiri, tetapi juga “cara” bagaimana mereka ada. Seiring dengan ini, semakin kaya, luas, dan beragamnya kesempatan orang-orang muda menemukan dan mengalami Gereja.
Pendampingan generasi diasporis
Spiritualitas Katolik, persaudaraan, kerja jaringan, dan aksi nyata, kiranya itu empat inti gerakan yang hidup di tengah mereka. Menyelami panggilan spiritualitas yang bergema di hati mereka, memahami relasi-relasi interpersonal yang kuat merajut mereka dalam jejaring persaudaraan lintas ruang dan waktu, serta menerjemahkan iman dan persaudaraan ke gerakan nyata menjadi kunci pastoral orang muda ke depan.
Bagaimana mengelola ini semua ? Sejatinya, kita baru memasuki sebuah fase awal. Sebuah fase yang melibatkan interaksi dua lapis, pengorganisasian dan pendampingan, yang sedang sangat dinamis saat ini. Di tataran pengorganisasian, orang-orang muda sedang berdialektika membangun sebuah masyarakat muda Katolik versi mereka sendiri, Di wilayah pendampingan, pasang naik gerakan pendampingan kaum muda sedang ada dalam tahap mencoba mengenali, belajar, dan terus mencari. Sebuah learning moment bagi para pelibat pendampingan kaum muda.
(1) Kesediaan mengelola antusiasme baru orang-orang muda melalui berbagai media berbasis IT, dan (2)kemampuan self-learning dan pembelajaran dialektis dari arus gerakan pendampingan akan sangat menentukan dinamika pemberdayaan kaum muda ke depan. Di sisi lain, perhatian khusus pada formatio para moderator, administrator, pendamping dan mentor lapangan menjadi persoalan terbesar kita saat ini, mengingat mereka menjadi pemegang kunci penataan sistem pendampingan kaum muda.
Almarhum Mudika.com barangkali lahir terlalu prematur sehingga tidak bisa banyak ditopang nutrisi kerinduan komunikasi yang saat ini membanjir di kalangan orangmuda Katolik. Tetapi saat ini sang bayi pun sejatinya belum bisa berdiri. Dan karena kita semua tahu, tahun-tahun awal pertumbuhan adalah saat terbaik untuk memberikan pendampingan, maka di saat inilah sejatinya kita diundang sejarah untuk memberikan dukungan, perhatian, dan komitmen kita yang terbaik. Komitmen bagi sebuah generasi, komitmen bagi generasi demi generasi sesudahnya : Generasi kelima, generasi diasporis.
Yogyakarta, 27 Oktober 2009
Tulisan dikirimkan oleh Lilik Krismantoro